Jumat, 05 Juni 2020

Anak Padi "Suriakng"

Beras Suriakng

(Anak Padi)



K

egiatan bertani khususnya tanaman padi bagi masyarakat Kalimantan dan khususnya masyarakat di Kecamatan Toho dan Sadaniang Kabupaten Mempawah sudah berkembang. dengan perkembangan ini, masih melakukan kearifan lokal dalam mengelola paska panen padi. Kearifan lokal itu berupa merawat batang padi yang sudah panen untuk mendapatkan padi dan bisa panen kembali. Perawatan ini tidak begitu rumit dan cendrung mudah hanya pengamatan batang padi mana yang akan berbuah lagi sedikit perhatian, ya begitulah kata beberapa petani.


Cara ini dalam bahasa lokal atau bahasa dayak Kanayatn disebut beras Suriakng. Mengenai penyebutan suriakng sendiri ada yang menyebutnya Lapisatn yang artiannya padi yang berbuah kembali sesudah di panen. Beras suriakng ini lebih cendrung dikonsumsi untuk keluarga karena tidak ada perlakuan pemupukan dan penyemprotan bahan anti hama, penyakit tanaman dan pupuk.

Masyarakat sebagai petani, beras yang alami ini mereka pakai untuk membuat emping beras dan dijadikan olahan pangan yang berupa makan ringan berupa kue-kue emping dan lebih mudahnya pada jaman sekarang di konsumsi bersamaan susu bubuk, menurut penuturan ibu-ibu di kampung yang sering memanen padi suriakng.

Suriakng yang dalam artianya anak padi yang bersemi dan tumbuh kembali. Teringat arti kata tumbuh kembali dalam bahasa Dayak Kanadayatn sering saya dengar, adalah “Basule”, Bersemi kembali dan di panen dengan suka cita.

Metode untuk mendapatkan padi suriakng ini bagi petani yang bersawah waktu panen pertama hanya dipotong pas batang padi yang berbuah atau potong leher, versi petani. Bagi petani berladang sudah pasti akan mendapatkan kembali padi curiakng ini karena panen mengunakan cara mengetam atau di ambil bagian tangkai padi saja.

Semua jenis maupun varietas apa saja akan disebut padi suriakng dan jika dipanen kembali  hasilnya tidak sama banyak bisa sekitar  80-90 % penyusutannya dari panen pertama atau 2 banding 10. Dari hasilnya yang tidak begitu banyak tetapi petani sebagian orang menantinya sebagai panen akhir sebelum lahan di olah kembali untuk penanaman berikutnya.

Jika di pahami ternyata masyarakat yang berladang juga bisa di katakan panen 2 kali setahun selain dari kearifan lokal berladang yang didalam kawasannya ada tanaman lain-lain seperti ubi, terung asam dan lainnya prinsifnya sebagai pemanfaatan yang maksimal dalam bertani. Suriakng yang berumur sekitar 2 bulan sudah siap dipanen dan inilah tambahan dari kegiatan bertanam padi dan nilai suatu budaya yang patut diketahui untuk anak cucu.

Sekarang di pertanian modern sudah ada juga melakukan pemanfaat batang padi yang  sudah di penen di rawat kembali selayaknya menanam padi pada awalnya tanam. Perawatan dilakukan dengan pemupukan kembali untuk menyehatkan batang padi yang masih di tanah. Nah padi suriakng ini bagi kita  sekalian apakah masih bisa dan layakkah di kembangkan ? dalam masa pertanian modern saat ini. 

Semoga tulisan ini masih bisa di lanjutkan dengan dengan kajian yang kuat dan maaf kekurangan dalam tulisan kurang dokumentasi karena cukup sulit mendapatkan momen panen padi suriakng dan perlu teknik dalam pengambilan fhoto. Secara kasat mata padi surikng sama dengan padi sebelum panen sama hanya ketinggian batang padi saya yang beda.



 Teks : Alfeus Krispinus