Kamis, 05 Desember 2019

Beras Kampung




BERAS KAMPUNG

(Alfeus Krispinus)

Pulau kalimantan yang tepatnya Kalimantan Barat yang masyarakatnya sebagai peladang penghasil padi untuk kebutuhan makan.  Masyarakat lokal yang menyebut hasil padi mereka sebagai beras kampung. Beras kampung yang banyak ragam seperti beras merah, beras hitam dan pulut, dalam bahasa dayak kanayatn beras poe’. Sebagai sarana untuk mengingat hasil perjalan di beberapa daerah dan bercerita mengenai rutinitas bertani untuk mendapatkan padi, sedikit rangkaian dalan tulisan ini ku salin.

Bermula dari bincang-bincang dengan beberapa teman mengenai ketahanan pangan, kedaulatan pangan dan akan cinta produk lokal dengan pangan lokal. Seperti aliran sungai yang terus mengalir dari hulu ke hilir ide-ide dalam benak ini terpikir untuk menulis sedikit mengenai pangan lokal yang bertema beras kampung. Kemampuan untuk mengingat yang terbatas jadilah ketikan santai untuk dokumen pribadi dan kiranya menjadi pengetahuan saya pribadi serta orang lain yang membaca tulisan ini.

B
erawal dari kampung halaman bapakku di kampung Panapat Desa Lingga Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat. Setiap kali pulang kampung aku selalu disuguhi dengan beras kampung, nasi sebagai santapan makan siang. Dengan berladang beras kampung ini selalu ada dan inilah beras kampung yang menurut orang Panapat sebagai identitas mereka.

Sambil bersantap makan siang bersama saudara atau page samadiatn dalam (Bahasa Dayak Kanayatn) bercerita mengenai baras kampung mereka ini. Berladang dengan kebiiasaan bertani ala masyarakat adat yang mengedapankan kebersamaan dan keberlagsungan dalam pengelolaan sumber daya alam agar dapat terus berladang. Kata paman-paman, tante dan para sepupu mengatakan beras lokal ini banyak jenis dan namanya, mungkin ada beberapa orang di generasi sekarang  yang tidak tau nama-nama padi yang mereka makan. Sambil ku tersenyum mendengar kata-kata ini dan terucap pula dimulutku “aok akupun tidak tau om” hehehehe sambil tersenyum bahwa itu juga yang kualami, dengan bahasa yang bercampur bahasa dayak dan Indonesia.
Setidaknya ada sekitar 6 jenis beras dan 1 beras pulut atau Poe’.  Dari bentuk padinya yang banyak mereka katakan tetapi aku pasti tidak mengetahui bagaimana untuk membedakan antara satu sama lain nama padi dan ciri-ciri padinya.  Dari nama-nama padi itu segera ku ingat dan setelah makan bersama di catat dan semoga benar dalam penulisannya : 

1.      Beras Palawangk
2.      Beras Sabentek
3.      Beras Labatn
4.      Beras Lansatn
5.      Beras Kuku Balam
6.      Beras Sakado
7.      Beras pulut atau Poek


Menulis mengenai beras-beras kampung atau juga yang biasa disebut beras gunung ini, kembali di daerah petengahan kalimantan Barat yang tadinya cerita di hilirnya. Kesempatan yang Tuhan berikan untuk berkunjung dan mengali cerita-cerita mengenai beras lokal dalam momen petualan pendek dan santai-santai ketemu banyak orang yang ramah dan baik.

K
ampung atau Dusun Tukun Desa Sungai Dangin kecamatan Noyan dan Terusan di kecamatan Kembayan, Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat, Dayak Bisomu yang mendiami wilayah ini yang berladang dan mengembangkan metode bertani dengan bersawah pula.

Berjalan santai di suatu waktu menyapa orang yang ditemui. menghampiri rumah yang dikenal bersapa dan bersenda gurau. Udara yang astri di kampung ini melihat orang-orang yang melintasi kami yang sedang berbincang-bincang. Pengetahuan mengenai beras kampung yang biasa mereka sebut beras gunung, aku membuka pembicaraan agak serius. Setidaknya ada 11 beras gunung ini yang mereka tanam diladang dan ada juga yang cocok di tanam di area persawahan.

      1.      Baras Ponyet                               : Beras merah
      2.      Beras Kelasih                              : Beras hitam dan berbau harum atau wangi
      3.      Beras Doi                                    : Beras putih
      4.      Beras Muliau                               : Beras Putih
      5.      Beras Momei                               : Beras Putih
      6.      Beras Tayan                                 : Beras Merah
      7.      Beras Cantek atau beras Andum  : Beras putih dan berbau wangi
      8.      Pulut Anggur                               : Pulut hitan yang berukuran kecil
      9.      Pulut Rebau                                : Pulut putih dan besar
      10.  Pulut Badak                                : Pulut putih dan besar
      11.  Pulut Santan                                : Pulut putih dan kecil

Mencatat dalam hati dan setelah sampai di rumah yang ku tumpangi untuk menginap baru semua cerita dan informasi ku catat dalam buku kecil yang menjadi teman perjalananku.  Kata perkata yang di coba untuk mendokumentasikan cerita ini sebagai pengetahuanku dan semoga menjadi berharga juga bagi generasi berikutnya.

K
apuas Hulu, Januari 2016 aku kembali di Lanjak dari liburan Natal dan tahun baru. Sambil berkunjung di desa-desa seperti desa Labian Ira’ang, Desa Labian dan Desa Sungai Ajung. Masih dalam suasana hari raya yang masih tersisa dan masyarakatpun sudah mulai mempersiapan masa panen padi di Februari nanti. Santai bersenda gurau suasana selalu hadir ditengah-tengah kami. Masih berbekal ingatan mengenai beras kampung ku, bertanya juga mengenai beras kampung yang waktu itu aku sedang di Desa Labian Ira’ang. Para bapak-bapak dan ibu sangat bersemangat jika kita ajak berbincang-bincang mengenai sejarah atau asal usul kampung mereka. Kali ini tema santai mengenai beras kampung. Satu persatu dan silih berganti menyebutkan berbagai jenis beras yang mereka tanam. Ada 16 jenis bibit padi yang sampai sekarang masing masyarakat tanaman seperti :

1.      Padi pulut
2.      Padi rabe’ (beras putih)
3.      Padi Bali’ (beras merah)
4.      Padi Salima (baras putih)
5.      Padi Lenset (beras putih)
6.      Padi Sio (beras putih)
7.   Padi brio dalam bahasa lokalnya padi kanawit (menurut masyakat padi jenis ini berasal dari Malaysia)
8.      Padi PB
9.      Padi Salon
10.  Padi Malaya (Padi dari Malaysia)
11.  Padi seluang (padi yang menghasilkan beras wangi dan enak, masyarakat lebih sering menanaamnya tiap masa tanam)
12.  Padi mogret
13.  Padi sarian (padi dari Malaysia)
14.  Padi kamba’
15.  Padi bije
16.  Padi Paya’ nyamu’ (beras merah)


Kisah pendek yang kutulis ini cukup melelahkan jari jemariku untuk menulis tetapi dengan semangat ingin tau dan semoga ku ingat  terus, dan  menulis kata demi kata. Dalam benaku tulisan pendek ini masih belum lengkap tanpa ada foto. Proses dokumentasi yang belum bisa disajikan dalam tulisan ini karena perlu teknik tersendiri dalam mengenali bentuk dan warna padi dengan banyak jenis. Semoga lain kesempatan tulisan ini dapat dilengkapi dengan foto padi sesuai jenis dan nama-namanya.

Kamis, 07 November 2019

Kelapa


 KELAPA
(Tanaman Kehidupan)



Siapa yang tidak kenal dengan buah kelapa. Berasal dari pohon kelapa yang di sebut tanaman kehidupan. Mengapa tanaman kehidupan karena dari daunnya hingga batang bisa di manfaatkan. Kali ini khusus mengenai buah kelapa yang didalamnya banyak begian yang bermanfaat seperti kulitnya yang keras bisa untuk pot bunga atau serabutnya untuk jok kendaraan. Tempurungnya untuk arang dan bisa untuk hiasan. Kemudian isi kelapa atau dagingnya bisa untuk kopra, di konsumsi seperti air kelapanya juga bisa dinikmati sebagai penghilang dahaga.

Kali ini berbagi ceritaku, bercerita dengan gambar. Banyak gambar yang sempat ku dokumentasikan dalam beberapa kegiatan di beberapa tempat.



Inilah kebun kelapan di Kalimaatan tengah tepatnya di sampit. Kebun-kebun kelapa yang dapat kita nikamati dengan pemandangan yang khas di jalan poros kecamatan Mentaya Hilir Selatan menuju Teluk Sampit. Petani kelapa di Sampit sangat merawat kebun kelapa dengan memberi parit-parit kecil yang dalam istilah mereka baluran. Baluran ini berfungsi sebagai pengairan bagi pertumbuhan kelapa dan berfungsi juga sebagai sarana untuk mengeluarkan buah kelapa yang sudah dipanen menuju jalan besar. Tanaman kelapa ini dapat panen per 3 bulan jadi dalam setahun dapat 4 kali panen dan jual, ingat lohh panennya adalah panen pilih dan tidak ambil semua. Jadi yang sudah layak panen di petik. kelapa dalam bahasa Latin disebut Cocos nucifera merupakan tanaman yang termasuk dalam jenis tanaman palma dan banyak manfaatnya seperti yang saya cerita di atas.




Nah, foto ini adalah hasil pelatihan di Sampit dengan petani kelapa disana. Karena kali ini bercerita mengenai buah kelapa, kita mulai dari kulit buah kelapanya. Membuat pot dari kulit kelapa yang dulunya hanya menjadi sampah dan limbah kali ini bertambah lah pengetahuan. Buah kelapa yang sudah di ambil tempurung dan isinya kemudian tersisa kulit dan kemudian di potong, ketemukan kembali sambungannya dan di ikat. Sebagai pemanisnya ada di bagian tangkai buah kelapa yang menempel di ambil dijadikan assessorisnya sebagai bunga. Kreatif dan menarik,,, poin 9 untuk pot gantung ini.





Foto ini di ambil di salah satu warga di Desa Rasau Jaya 3 Kecamatan Rasau Jaya Kabupaten Kubu Raya  Kalimantan Barat. Sederhana idenya tapi indah hasil dan enak dipandang mata. Perhatikan dan nikmati foto pot bunga dari tempurung ini keren kan,,, silahkan di kembangkan. Poin 9,5 untuk idenya untuk ibu yang di rasau Jaya 3.


Selain itu tempurung kelapa dapat pula dijadikan arang. Mengapa tempurung kelapa dijadikan arang karena dari bentuknya yang keras dan pori-porinya yang rapat sangat baik jika di jadikan arang dan kalornya cukup tinggi. Arang temputung yang bisa di manfaatkan di peternakan dan pertanian untuk alas kandang serta salah satu bahan untuk pembuatan kompos. Selain salah satu bahan pembuatan briket yang pasarnya besar, poin 9,5 juga untuk usahanya dan teknik pembakarannya.



Selain menjadi barang-barang yang tidak bisa di makan,,, ini dia manisan kelapa yang terbuat dari daging buah yang di iris-iris tipis dimasak menjadi manisan. Rasanya enak dan ini alternatifnya selain menjadi santan kelapa yang sering kita temui dan rasakan. Oi ya.... hampir lupa dari mana foto ini di dapat, dari ibu-ibu di Teluk Sampit, jangan lupa kasih poin 9 selain enak juga bisa menjadi produk komunitas yang bisa di jual.

Semoga menambah ide dan ada inovasi baru yang dapat di bagikan kembali bagi para pembaca. Buah kelapa dari pohon kelapa,, tanaman kehidupan.


Teks & Foto : Alfeus Krispinus



Senin, 21 Oktober 2019

Tanam Pisang Untuk Konservasi


Tanam Pisang Untuk Konservasi 

B
erpikir untuk melestarikan dan menjaga kelangsungan alam, banyak cara untuk melakukannya. Konservasi sering didengar untuk kegiatan menjaga alam ini. Identifikasi siapkan bibit dan tanam ini rutinitas yang banyak dan pada umunya dilakukan. Mengutif sedikit arti kata konservasi atau dalam bahasa Inggrisnya conservation yang artinya melestarikan atau melindungi. Bicara banyak cara untuk melakukan konservasi dalam tulisan ini penulis membagi ide dan pengalaman dalam berkonservasi.

Berbasic pendidikan di pertanian saya, bersama masyarakat melakukan pelestarian dan perlindungan lingkungan ini dengan menanam pohon pisang. Bukannya tanpa alasan cara ini dilakukan yaitu dengan memadukan pengetahuan yang di dapat dalam ilmu pertanian, dan pengembangannya dalam diskusi-diskusi santai dengan masyarakat. Ketemu idenya, tanaman pisang (Musa Paradisiaca) untuk konservasi.



Secara sifat bonatinya tanaman pisang dengan tinggi 1-4 meter tergantung varietasnya. Bersifat merumpun yaitu tumbuh anakan dan setiap tanaman hanya berbuah sekali, setelah itu mati. Dari jangka waktu tanam pohon pisang sekitar 1 tahun sudah bisa berbuah dan panen. Selain dari itu tanaman pisang bisa juga masuk dalam katagori tanaman kehidupan dimana dari daun hingga batangnya memiliki kegunaan dan fungsi masing-masing.  Jika diuraikan daunnya untuk lepat pisang atau ubi, Buahnya sendiri untuk dimakan, batangnya bisa untuk kompos atau pakan ternak. Berdasarkan itulah kenapa dalam tulisan ini berjudul tanam pisang untuk konservasi.


Gambar : Pohon pisang yang sudah besar
dilanjutkan tanaman kopi yang baru akan tinggi,
kemudian dilanjutkan tanaman durian, belian, tekam dll


Bersolusi ide awalnya bagaimana konservasi dapat dilakukan di lingkungan masyarakat yang sudah melakukan konservasi dengan sendirinya disela-sela kegiatan harian mengelola alam untuk kehidupan. Masyarakat yang berladang pasti akan ada pondok ladang dan pasti akan ada tanaman yang yang mereka tanam untuk kebutuhan keluarga, baik itu tanaman buah berjangka pendek hingga jangka panjang seperti durian. Tanaman pisang inilah yang dilakukan untuk memulai menanam tanaman buah dan kehutanan di kawasan yang akan di konservasi.

Kegiatan pembibitan yang sudah dilakukan bertahap bibit tanaman kehutanan dan buah sudah mulai banyak. Penanaman mulai diatur kapan dan bagiamana caranya. Caranya sebelum menanam bibit-bibit ini dilakukalah menanam pohon pisang duluan. Cara ini lebih pada membangun semangat dalam melakukan penanaman dengan bibit tanaman yang usianya lama hingga bisa besar dan panen, nahh menanam pohon pisanglah karena 1 tahun sudah bisa berbuah dan panen.


Gambar : Tanaman kopi yang sudah mulai besar 
dan menghijau di belakang saya pohon pisang sudah berbuah


Semasa tanaman pisang yang sudah mulai tinggi dan sudah akan berbuah kita lakukan pendistribusian tanaman atau bibit kehutanan yang akan kita tanam. Pasang ajir di samping jalur pohon pisang sesuai rencana kita. Ajir terpasang dan buah pisang pun sudah mulai matang dan siap panen dan santap. Sambil membuat lubang tanam, kita dapat memanen buah pisang sebagai konsumsi dalam kegiatan penanaman.

D
ari masa tanam hingga berbuah inilah yang diambil momennya dimana memadukan tanaman perkebunan dengan tanaman kehutanan yang jangka waktunya panjang. Dirasa metode yang di dapat ini merupakan salah satu cara untuk melakukan penanaman dalam kegiatan konservasi.  Beberapa alasan dalam ide nanam pisang untuk konservasi ini adalah untuk menyemangati dalam bertani dengan menanam akan akan segera mendapatkan hasil (buah). Tanaman pisang yang disebut tadi tanaman kehidupan dengan banyak yang bisa di gunakan dari daun hingga batang pisangnya.

Dengan sudah berhasil dalam menanam pisang pasti semangat untuk mengembangkan lahan yang akan dihijaukan kembali dengan tanaman lain. Ada pengaturan kalender dalam siklus tanaman jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Semoga tulisan ringan, singkat dan sederhana ini dapat menambah ide-ide kita dalam pelestarian dan melindungi lingkungan (konservasi).  Lingkungan yang baik akan membawa kesejahteraan juga bagi kita penghuni bumi ini.

Salam,,,, lestari

Teks & Foto : Alfeus Krispinus

Kamis, 17 Oktober 2019

Penampungan Air Hujan


Tangki Ferrocement

T F C

(Kontruksi Penampungan Air Hujan atau PAH berbahan baku semen)

Penampungan air hujan yang berbahan baku antara lain semen, besi cor dan bahan bangunan lainnya ini merupakan salah satu kontruksi yang Yayasan Dian Tama kembangkan mulai tahun 1996 hingga 2007 di sebagian kecamatan Sungai Ambawang dan Kuala Mandor B dan beberapa daerah lainnya. Dengan kebutuhan air bersih yang banyak di dapat dari air hujan jadi diperlukan penampungan yang besar untuk satu rumah tangga. Memanen air hujan sudah dari dulu dilakukan masyarakat di kedua kecamatan ini untuk kebutuhan sehari-hari. TFC,, kawan-kawan Yayasan Dian Tama dan masyarakat menyebutnya dari kontruksi ini.

Bentuk dari TFC ini seperti tabung besar yang memilik bagian-bagian dan fungsi dari sebuah penampungan air hujan. Penampungan air hujan yang bulat ini yang berkapasitas 6.000 liter atau 6 kubik ini yang berdimensi 150 cm tingginya dan 228 cm diameter lingkarannya.

 

 Sketsa TFC

Sketsa kontruksi TFC memiliki bentuk bulat dan mengapa tidak persegi empat seperti kontruksi lainnya, alasannya adalah untuk membagi tekanan air supaya merata di seluruh bagian TFC dan tidak tertumpu pada satu sisi saja. Kemudian pada bagian atasnya berbentuk kubah bertujuan untuk menghindari air tidak menyentuh langit-langit TFC yang pasti sebagiannya tidak tertutup  semen semua dan besinya masih timbul. Jadi bentuk bagian atas ini akan aman karena air tidak menyetuhnya. Kita lihat juga ada bagian persegi empat sebagai pintu untuk air hujan masuk yang mana ada saringan berlubang dan desainnya, beri arang sebagai penyaring.

Pada bagian dinding terdapat tiga pipa yang memiliki fungsi masing-masing. Dari sekian tahun di beberapa TFC yang ada di masyarakat hingga sekarang masih berdiri kokoh karena desain dan pengerjaannya sesuai rencana. Dari pengamatan kami jika pondasinya sudah pecah dan tak utuh lagi, TFC ini masih baik dan tidak mengalami pecah maupun kebocoran.

Kontrtuksi TFC yang sudah jadi

Bicara bentuknya TFC ini memiliki ketebalan 5-6 cm dan dengan jangka waktu pengerjaan 4-5 hari dengan 3 orang tukang. Ukuran 6 kubik untuk 1 rumah tangga cukup ideal untuk kebutahan air 2-3 bulan. Lingkaran 228 cm cukup dibangun di depan rumah dan samping rumah, pastinya di sesuaikan dengan posisi atap rumah untuk memudahkan instalasi talang air ke TFCnya.

Kalau di atas bercerita mengenai kontruksinya, bagian ini yang ingin saya ceritakan juga metode pembagian untuk masyarakat yang membutuhkannya. Yayasan Dian Tama dan para penyumbang sosial untuk kegiatan ini pastilah terbatas jumlahnya untuk memberi, tetapi dengan metode bergulir dan pembagian peran dengan masyarakat, TFC ini dapat di bangun di banyak rumah tangga secara bertahap.

Metode bergulir itu dengan cara awalnya kontruk TFC 1 unit untuk 3 rumah dan biayanya dikembalikan dalam bentuk kredit 10 bulan dan dana yang terkumpung di pergunakan kembali untuk kontruksi di rumah ke-2, begitu seterusnya sehingga ke tiga rumah tangga ini masing-masing mendapatkan TFC begitu juga dilakukan untuk kelompok 3 rumah lainnya.  Berbagi peran dalam hal ini ada juga swadaya masyarakat penerima TFC ini yaitu, konsumsi tukang, persiapan pondasi dan bersama dengan kawan-kawan Dian Tama mendistribusikan material seperti semen, besi dan pasir dari steher atau dermaga air menuju rumah, yang di masa 1996-2000an transpotasi masih memakai jalur sungai. Hanya sekitar tahun 2000-2007 jalan trans Kalimantan mulai ada pengerasan tetapi belum bisa untuk pendistribusian material TFC.

Pengalaman kegiatan TFC dari Yayasan Dian Tama ini saya tuangkan dalam sebuah tulisan singkat dan sederhana ini bertujuan sebagai dokumen pribadi, sheering pengetahuan dan pembelajaran yang kiranya dikemudian waktu masih relefan untuk di pakai kembali caranya. Setidaknya ada 3 hal yang dapat bagikan dalam kegiatan TFC Yayasan Dian Tama ini yaitu :
  1.   Teknik kontruksi yang terjadi transfer pengetahuan.  
  2.   Mekanisme bergulir supaya banyak yang bisa mendapatan TFC dengan dana terbatas.
  3.   Kaderisasi tenaga kontruksi, dimana di masing-masing desa 3-6 orang memiliki keterampilan   kontruksi TFC.

Pada jaman sekarang dengan semakin banyak orang-orang yang paham dalam bangunan sudah pasti bisa membuat sendiri dengan melihat sket TFC ini dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi banyak orang.


Teks & Foto : Alfeus Krispinus