Rebung Kering
iapa yang tak kenal makan satu ini, yaitu rebung. Rebung
sendiri merupakan anakan atau tunas mudah dari bambu yang akan tumbuh. Karena tanaman
bambu habitatnya banyak di
kampung-kampung jadi cukup mudah melihat tanaman satu ini dan sambil memanennya
bersama masyarakat di kampung secara berkelompok. Mengapa lebih sering
orang-orang berkelompok mencarinya?, selain dari rasa kebersamaan dan keamanan pastinya
semangat dalam kegembiraan panen rebung bersama.
Berkelompok mencari rebung
Semua kalangan sering mencari rebung, baik itu ibu-ibu maupun
bapak-bapak bahkan biasa juga anak-anak ikut mencari bersama orang tuanya.
Menurut penuturan mereka rebung tumbuh di musim penghujan. Biasanya musim
penghujan di bulan Nopember hingga Januari kemudian juga Agustus dan September
juga. Tapi pada masa-masa sekarang musim hujan kadang dibulan lain juga, tak
tahulah kata mereka,,, apakah ini yang di katakan perubahan iklim, pikirku.
Lewatkan dululah tentang perubahan iklim, nanti kita bahas dalam tulisan
berikutnya.
Panganan dari rebung yang berbagai jenis bambu yang jenisnya
cukup banyak. Setidaknya ada 5 jenis biasa di konsumsi dari penuturan beberapa
orang yang saya tanyai, seperti ;
1. Bambu
atau rebung Betung ( Dendrocalamus Asper)
2. Bambu
atau rebung Munti (Schizostzchyum sp )
3. Bambu
atau rebung Tarekng
4. Bambu
atau rebung Sompekng
5. Bambu
atau rebung Garekng
Nama bambu yang di ambil rebungnya ini lebih banyak di dapat
dalam persi bahasa Dayak Kanayatn yang tersebar di Kabupaten Landak, Mempawah,
Bengkayang dan Kabupaten Kubu Raya.
Dari berbagai jenis ini menurut mereka yang melakukan dari
panen hingga memasak dan mengkonsumsinya beragam juga rasanya. Rasanya ada yang
manis, ada yang rasanya agak kepahit-pahitan dan lain sebagainya. Nah dari rasa
dan jenis yang mana bambunya, dalam
tulisan saya ini belum bisa menyampaikan secara spesifik karena berkenaan
dengan penelitian maupun pengamatan khusus yang belum bisa dilakukan.
Cerita rebung ini tidak hanya pada jenis dan rebung sebagai salah
satu makanan masyarakat lokal. Lebih dari itu saya akan mengali dari rebung
menjadi rebung kering. Rebung kering
merupakan pengembangan produk pangan dari sisi pengetahuan lokal di Kalimantan Barat. Rebung ini di sebagian
wilayah di Kalbar biasa dijadikan rebung kering. Rebung basah yang biasa
setelah dipanen langsung diolah dimasak dan dikonsumsi selain dari itu juga
dijadikan rebung kering. Penuturan orang-orang awalnya dapat cerita dari para
pencari rebung, mengapa dijadikan rebung kering yaitu sebagai salah satu
pengawetan rebung supaya bisa di masak di kemudian hari atau waktu nanti,
karena pada musimnya biasa rebung banyak tumbuh jadi perlu disimpan dengan cara
dikeringkan.
Rebung basah diiris-iris dan kemudian di rebus
Rebung kering merupakan salah satu sayur yang biasa dihidangkan
pada waktu bergotong royong seperti bersama-sama orang banyak mengarap sawah,
tanam padi dan hingga panen bersama. Pada musim rebung banyak orang-orang
mencari rebung sebanyak mungkin dan kemudian di keringkan untuk stok sayuran
dalam kegiatan-kegiatan bersama khususnya di ladang dan bersawah.
Rebung basah yang sudah diris-iris,
direbus dan
kemudian di jemur
Proses pembuatan rebung kering ini tidak rumit dengan
mengiris-iris, rebus dan jemur di bawah terik matahari sekitar 1-3 hari dengan rendemen sekitar 50 % sampai 60 %. Proses rebung kering ini merupakan kearifan lokal masyarakat yang turun temurun dilakukan sebagai
pengawetan rebung untuk mempersiapkan stok sayur jika mengundang orang banyak
dalam masa bertani. Hingga berjalannnya waktu rebung kering juga menjadi
hidangan dalam pesta-pesta dan menjadi kegemaran banyak orang selain dari cara
masaknya yang dijamin maknyoss rasanya.
Rebung kering yang sudah jadi
Dari rasanya yang khas, rebung kering ini sebagai produk turunan dari bambu muda yang dipanen
disebut rebung, berupa rebung basah di olah manjadi masakan. Terlepas dari itu
sewaktu beberapa kali mengikuti panen rebung dimana orang-orang dikampung sudah
tahu di mana lokasi-lokasi rebung yang biasa mereka cari. Lokasi yang
terpencar-pencar atau spot-spot tetapi mereka mengetahui lokasi mana yang
rebungnya sudah banyak lagi karena berdasarkan ingatan waktu-waktu sebelumnya
sudah panen di lokasi-lokasi dan bisa diulang dalam 3 sampai 5 hari kemudian.
Pengetahuan lokal ini merupakan pengetahuan yang tidak
tertulis tetapi secara lisan juga tersampaikan kebeberapa anggota masyarakat.
Sisi dari lingkungan saya melihat pemanenan rebung ini merupakan proses
penjarangan tanaman bambu dan sekalian perawatan lokasi dan tanaman bambu yang
banyak. Dengan rebung di panen akan tumbuh lagi anakan atau rebung kembali
karena cuaca yang mendukung dan di rerimbunan tanaman bambu. Selain itu menjadi
pengetahuan dan untuk mengenali lingkungan mereka seperti kawasan tanaman bambu
baik secara konturnya, jenis bambu dan kapasitas rebung yang bisa dipanen
walaupun secara menduga-duga.
Semoga kawasan-kawasan bambu ini terus tetap ada dan sumber
sayur masyarakat tetap ada dan pengetahuan pembuatan rebung kering bisa diturunkan
ke anak cucu dan generasi penerus. Keberlanjutan rebung kering ini menjadi
produk komunitas desa yang kiranya saling mendukung antara jumlah produksi di
tingkat komunitas yang memiliki ketergantungan alam yang kuat dan keinginan pasar yang keduannya pasti manjadi tantangan
jika berbicara pasar rebung kering.
Tulisan santai, kaku dan sedehana ini kirannya bisa penulis
kembangkan lagi menjadi sebuah kajian yang terukur, dan memiliki bukti-bukti
fisik yang menjadi menarik, bagi pembaca dan semua kalangan yang ingin tahu
tentang rebung kering ini. Inti dari tulisan ini ingin mengajak semua orang
mulai dari komunitas lokal memahami produk lokal mereka memiliki nilai bagi
orang lain. Kemudian penikmat pangan lokal ini mengetahui juga asal usulnya dan
keterkaitan dengan masyarakat lokal dan lingkungan.
Teks & Photo : Alfeus Krispinus