Selasa, 05 Mei 2020

Rebung Kering



Rebung Kering

S
iapa yang tak kenal makan satu ini, yaitu rebung. Rebung sendiri merupakan anakan atau tunas mudah dari bambu yang akan tumbuh. Karena tanaman bambu  habitatnya banyak di kampung-kampung jadi cukup mudah melihat tanaman satu ini dan sambil memanennya bersama masyarakat di kampung secara berkelompok. Mengapa lebih sering orang-orang berkelompok mencarinya?, selain dari rasa kebersamaan dan keamanan pastinya semangat dalam kegembiraan panen rebung bersama.


Berkelompok mencari rebung

Semua kalangan sering mencari rebung, baik itu ibu-ibu maupun bapak-bapak bahkan biasa juga anak-anak ikut mencari bersama orang tuanya. Menurut penuturan mereka rebung tumbuh di musim penghujan. Biasanya musim penghujan di bulan Nopember hingga Januari kemudian juga Agustus dan September juga. Tapi pada masa-masa sekarang musim hujan kadang dibulan lain juga, tak tahulah kata mereka,,, apakah ini yang di katakan perubahan iklim, pikirku. Lewatkan dululah tentang perubahan iklim, nanti kita bahas dalam tulisan berikutnya.

Panganan dari rebung yang berbagai jenis bambu yang jenisnya cukup banyak. Setidaknya ada 5 jenis biasa di konsumsi dari penuturan beberapa orang yang saya tanyai, seperti ;
1. Bambu atau rebung Betung ( Dendrocalamus Asper)
2. Bambu atau rebung Munti (Schizostzchyum sp )
3. Bambu atau rebung Tarekng
4. Bambu atau rebung Sompekng
5. Bambu atau rebung Garekng

Nama bambu yang di ambil rebungnya ini lebih banyak di dapat dalam persi bahasa Dayak Kanayatn yang tersebar di Kabupaten Landak, Mempawah, Bengkayang dan Kabupaten Kubu Raya.

Dari berbagai jenis ini menurut mereka yang melakukan dari panen hingga memasak dan mengkonsumsinya beragam juga rasanya. Rasanya ada yang manis, ada yang rasanya agak kepahit-pahitan dan lain sebagainya. Nah dari rasa dan  jenis yang mana bambunya, dalam tulisan saya ini belum bisa menyampaikan secara spesifik karena berkenaan dengan penelitian maupun pengamatan khusus yang belum bisa dilakukan.

Cerita rebung ini tidak hanya pada jenis dan rebung sebagai salah satu makanan masyarakat lokal. Lebih dari itu saya akan mengali dari rebung menjadi rebung kering.  Rebung kering merupakan pengembangan produk pangan dari sisi pengetahuan lokal  di Kalimantan Barat. Rebung ini di sebagian wilayah di Kalbar biasa dijadikan rebung kering. Rebung basah yang biasa setelah dipanen langsung diolah dimasak dan dikonsumsi selain dari itu juga dijadikan rebung kering. Penuturan orang-orang awalnya dapat cerita dari para pencari rebung, mengapa dijadikan rebung kering yaitu sebagai salah satu pengawetan rebung supaya bisa di masak di kemudian hari atau waktu nanti, karena pada musimnya biasa rebung banyak tumbuh jadi perlu disimpan dengan cara dikeringkan.

Rebung basah diiris-iris dan kemudian di rebus

Rebung kering merupakan salah satu sayur yang biasa dihidangkan pada waktu bergotong royong seperti bersama-sama orang banyak mengarap sawah, tanam padi dan hingga panen bersama. Pada musim rebung banyak orang-orang mencari rebung sebanyak mungkin dan kemudian di keringkan untuk stok sayuran dalam kegiatan-kegiatan bersama khususnya di ladang dan bersawah.

Rebung basah yang sudah diris-iris, 
direbus dan kemudian di jemur


Proses pembuatan rebung kering ini tidak rumit dengan mengiris-iris, rebus dan jemur di bawah terik matahari sekitar 1-3 hari dengan rendemen sekitar 50 % sampai 60 %.  Proses rebung kering ini merupakan kearifan lokal masyarakat yang turun temurun dilakukan sebagai pengawetan rebung untuk mempersiapkan stok sayur jika mengundang orang banyak dalam masa bertani. Hingga berjalannnya waktu rebung kering juga menjadi hidangan dalam pesta-pesta dan menjadi kegemaran banyak orang selain dari cara masaknya yang dijamin maknyoss rasanya.

Rebung kering yang sudah jadi

Dari rasanya yang khas, rebung kering ini sebagai  produk turunan dari bambu muda yang dipanen disebut rebung, berupa rebung basah di olah manjadi masakan. Terlepas dari itu sewaktu beberapa kali mengikuti panen rebung dimana orang-orang dikampung sudah tahu di mana lokasi-lokasi rebung yang biasa mereka cari. Lokasi yang terpencar-pencar atau spot-spot tetapi mereka mengetahui lokasi mana yang rebungnya sudah banyak lagi karena berdasarkan ingatan waktu-waktu sebelumnya sudah panen di lokasi-lokasi dan bisa diulang dalam 3 sampai 5 hari kemudian.

Pengetahuan lokal ini merupakan pengetahuan yang tidak tertulis tetapi secara lisan juga tersampaikan kebeberapa anggota masyarakat. Sisi dari lingkungan saya melihat pemanenan rebung ini merupakan proses penjarangan tanaman bambu dan sekalian perawatan lokasi dan tanaman bambu yang banyak. Dengan rebung di panen akan tumbuh lagi anakan atau rebung kembali karena cuaca yang mendukung dan di rerimbunan tanaman bambu. Selain itu menjadi pengetahuan dan untuk mengenali lingkungan mereka seperti kawasan tanaman bambu baik secara konturnya, jenis bambu dan kapasitas rebung yang bisa dipanen walaupun secara menduga-duga.

Semoga kawasan-kawasan bambu ini terus tetap ada dan sumber sayur masyarakat tetap ada dan pengetahuan pembuatan rebung kering bisa diturunkan ke anak cucu dan generasi penerus. Keberlanjutan rebung kering ini menjadi produk komunitas desa yang kiranya saling mendukung antara jumlah produksi di tingkat komunitas yang memiliki ketergantungan alam yang kuat dan keinginan pasar yang keduannya pasti manjadi tantangan jika berbicara pasar rebung kering.

Tulisan santai, kaku dan sedehana ini kirannya bisa penulis kembangkan lagi menjadi sebuah kajian yang terukur, dan memiliki bukti-bukti fisik yang menjadi menarik, bagi pembaca dan semua kalangan yang ingin tahu tentang rebung kering ini. Inti dari tulisan ini ingin mengajak semua orang mulai dari komunitas lokal memahami produk lokal mereka memiliki nilai bagi orang lain. Kemudian penikmat pangan lokal ini mengetahui juga asal usulnya dan keterkaitan dengan masyarakat lokal dan lingkungan.




Teks & Photo : Alfeus Krispinus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar