Selasa, 15 Oktober 2019

Panso


Panso
(Masakan dalam bambu)


M
aret 2019 di Ngaung Keruh Desa Labian Kapuas Hulu, siang bersama petani dan pengelola hutan untuk kehidupan. Kami berkumpul satu demi satu berdatangan yang semulanya hanya berjanji untuk membuat bibit tengkawang secara bersama-sama hanya berdasarkan janjian lisan setelah anak-anak pulang sekolah, kata kami semua.
Tiba waktunya anak-anak pulang sekolah yang berkelompok, ada yang memakai sepeda, berjalan kaki dan ada pula yang dijemput orang tuanya memakai motor.

Kesepakatan malamnya hanya setelah anak-anak kami pulang sekolah kita kumpul dan memulai membuat bibit tengkawang. Beberapa orang mulai berdatangan dan mempersiapkan alat dan perlengakapan dan logistik untuk kebutuhan konsumsi kami. Konsumsi yang dipersiapkan hanya garam, ikan sungai hasil menjala yang secara swadaya membawa, dedaunan sebagai campuran dan rempah masakan.

Salah seorang Apai yang dalam bahasa Dayak Iban apai artinya bapak, mencari beberapa bilah bambu dan dipersiapakan sebagai alat untuk memasaknya. Tanyaku untuk apa Pai  ruas bambu itu, untuk memasak ikan kita katanya. Cara ini yang biasa kami lakukan kalau lagi dihutan maupun di ladang. Jadi alat masak alami ini lah memudahkan kami jika tidak perlu membawa panci, kwali untuk memasak sayur maupun lauk.

Dengan cekatan beberapa apai-apai lainnya mulai beraksi untuk memasak sambil menunggu persiapan pembibitan dimulai. Ikan toman yang sudah siap di bersihkan dan dipotong-potong sesuai akuran bambu.  Kemudian di masukan kedalam ruas bambu yang kiranya separuh dan dilengkapi garam secukupnya dan di bagian atas di masukan dedaunan seperti potongan daun kunyit, daun ubi atau daun singkong. Api dipersiapkan dan sandaran untuk bambu dari  kayu yang cukup kuat.

Penasaran dengan teknik memasak ini sayapun bertanya, masakan apa ini namanya apai-apai? Ini panso. Sambil ku berpikir dan mengusap rambutku, ooo ,,memasak lauk atau sayur di dalam bambu ini namanya Panso. Panso ini mulai di lakukan dengan api sedang dan bagian atas bambu di tutup dengan daun sebagai tutupnya dan sewaktu-waktu dapat dibuka untuk melihat kematangannya.


Menjaga dan dan bergantian menjaganya untuk memastikan kondisi apinya sedang. Sambil menunggu masakan panso kami masak, bincang-bincang dan senda gurau pun selalu mengiringi dengan sesekali tiupan beberapa orang ke bara api. Panso yang merupakan teknik memasak ala masyarakat dayak di Kapuas Hulu ini merupakan salah satu kebiasaan dan sejauh ini masih banyak yang memakainya dan ku lihat ada juga beberapa anak muda yang mengetahuinya.

Tak lama rasanya menunggu panso ikan kami, matang dan siap saji. Berbagi peran terlihat kembali ada yang mempersiapakan piring, memadamkan api dan panso ditungkangkan. Asap mengepul dari mulut bambu sewaktu dituangkan dan semerbak keharuman aroma yang mengoda. Secara bentuk yang irisan ikan toman tadi tidak begitu hancur, daun ubi,, yang pastinya akan lebih enak langsung dimakan di banding dilihat dan diceritakan saja.

Bohhh kita makan kata apai-apai ini dalam bahasa Indonesianya ayo kita makan bersama-sama. Mataku yang dari tadi hanya melihat masakan panso ini ternyata dilain sisi orang-orang sudah menghidangkan piring dan nasi di mangkok besar. Secara bergantikan mengambil nasi, kemudian panso nya. Tanpa interuksi lagi saya mulai menyuap nasi dengan kuah panso dan kemudian daging ikan tomannya. Ekpresiku seperti baru makan dari sekian lama tidak makan saja dan seperti host acara kuliner dengan ungkapan rasa dan mimik wajah yang boleh disebut maknyosss.... enak.

Bumbunya hanya garam dan dedaunan itulah bumbu penyedap lainnya yang antara lain sebagai penganti masako dan lain-lain. Teknik yang sederhana tetapi menghasilkan rasa masakan yang luar biasa. Panso atau juga yang biasa ku dengar juga orang-orang menyebutnya pansoh,  intinya masakan dalam bambu ini adalah masakan tradisional yang bercita rasa internasional. Semoga kemudian hari aku dapat merasakannya lagi dan aku juga dapat mencoba memasak panso ini.

T
erima kasih pada alam dan orang-orang di Desa Labian, pengetahuan ini sangat bermakna dan tanpa disengaja transfer pengetahuan ini berlangsung dan kalian dengan senang hati dan aku pun senang dapat makan masakan panso dan mendapat pengetahuan baru. Sehat selalu apai-apai, lestari alamku dan budayaku.


 




Teks & Foto : Alfeus Krispinus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar